Liputan6.com, Jakarta Menjelang vonis kasus peredaran narkoba Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) pada Selasa, 9 Mei 2023, sejumlah ahli dan praktisi hukum turut mengomentari perkata ini. Salah satunya yakni Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Nur Basuki Minarno. Basuki berpadangan banyak fakta yang tak utuh disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan.
Â
"Banyak Fakta-fakta yang disampaikan itu tidak utuh. Bisa dikatakan fakta ini telah dibuat sedemikian rupa, seolah-olah bahwa yang dituduhkan itu benar adanya atau dengan kata yang lebih disingkat, ini penuh rekayasa," ujar Basuki dalam sebuah podcast Youtube Bravos Radio Indonesia, dikutip Minggu (7/5/2023).
Â
Basuki membeberkan fakta-fakta di persidangan yang menurutnya terindikasi unsur rekayasa, di antaranya seperti bukti percakapan, soal asal usul sabu, hingga potensi pengondisian keterangan saksi di persidangan. Â
Â
Terkait bukti percakapan yang tidak utuh disajikan JPU di persidangan, Basuki menilai rawan rekayasa. Dia menduga bukti percakapan sengaja dipilih sehingga membentuk sebuah rangkaian peristiwa.
Â
"Informasinya di dalam persidangan ternyata terbukti hanya beberapa chat yang disuguhkan, ini tidak menggambarkan peristiwa yang benar. Kalau demikian sama halnya direkayasa supaya dari chat itu membentuk suatu kerangka bahwa apa yang diterangkan menjadi benar, padahal belum tentu," kata dia.
Â
Tak hanya itu, Basuki menyebut pembuktian ilmiah terkait asal-usul sabu menjadi biang masalah dalam perkara ini. Dari awal persidangan hingga jelang vonis Teddy Minahasa tidak ada pembuktian ilmiah dari JPU yang menunjukkan dengan pasti kesamaan sabu yang disita di Jakarta dengan yang ada di Bukittinggi.
Â
2 dari 4 halaman
Video Pilihan Hari Ini
Advertisement
3 dari 4 halaman
Pembuktian Lemah dan Banyak Celah
Basuki menilai sejauh ini dakwaan JPU hanya bersandar kepada saksi yang juga berstatus terdakwa dalam kasus ini.
Â
"Itu kan dari para keterangan terdakwa, sekali pun dia sebagai saksi mahkota mengatakan bahwa sabu yang telah diperjual-belikan itu berasal dari Polres bukittinggi, pengakuan mereka. Tapi kan enggak ada pembuktian scientific terkait masalah asal usul dari sabu. Itu kan hanya mendasarkan keterangan dari Doddy (Doddy Prawiranegara) dan Maarif (Syamsul Maarif) yang notebenya juga sebagai terdakwa," kata Basuki.
Â
Yang semakin menguatkan kecurigaan kasus narkoba Teddy Minahasa ini penuh rekayasa, menurut Basuki adalah sejumlah terdakwa yang lazimnya memiliki konflik kepentingan dibela oleh pengacara yang sama. Hal ini menurutnya menjadi aneh dan menguatkan kecurigaan. Â
Â
"Enggak lazim karena yang saya lihat, ini dalam posisi ada penjual (sabu), ada pembeli, ada pihak lain misalnya Kasranto yang diminta Linda (Linda Pujiastuti) atau Anita untuk menjual (sabu) itu kan. Umumnya atau lazimnya, tentu mereka punya kepentingan sendiri-sendiri di antara terdakwa ini. Nalurinya orang ingin menyelamatkan dirinya sendiri, tapi dalam konteks ini kok bisa dihandle jadi satu oleh tim lawyer yang sama," kata dia.
Â
Dengan demikian, Basuki menilai pembuktian JPU dalam perkara ini lemah dan banyak celah. Hal ini sangat berpengaruh pada putusan hakim saat sidang vonis Teddy Minahasa nanti.
Â
4 dari 4 halaman
Vonis 9 Mei 2013
Menurut Basuki, dalam kondisi seperti ini jika hakim ragu terhadap pembuktian JPU di persidangan, maka lebih bijak hakim memberikan putusan yang menguntungkan terdakwa. Â
Â
"Pada prinsipnya, kalau hakim ragu-ragu terkait dalam penilaian fakta, entah ini benar atau salah, dia harus memberikan keputusan yang menguntungkan bagi terdakwa, in dubio pro reo," kata dia.
Â
Teddy Minahasa dituntut hukuman mati dalam perkara ini. Dia akan menjalani sidang putusan atau vonis terkait kasus narkoba yang menderanya. Majelis hakim menetapkan sidang vonis Teddy Minahasa digelar pada 9 Mei 2023.
Â
"Sidang berikutnya 9 Mei 2023 jam 09.00 WIB. Agendanya pembacaan putusan untuk perkara ini," ujar hakim ketua Jon Sarman Saragih saat sidang di PN Jakarta Barat, Jumat 28 April 2023.
Advertisement